Wednesday, April 8, 2020

Insta Adventure

Haha!
I know this is kinda strange to start with an awkward laugh.. But, to write here (again) after veeery long time is such unique feeling mixed up, in a good way.

I am so happy to have quality time with myself. In the mid of chaos of corona, WFH brings me to myself. Gue jadi inget hal-hal yang mungkin untuk beberapa waktu sempat terlupa karena kehidupan 9to5 dan sibuk membuat work life balance. Gue jadi buka lemari dan mulai buka-buka buku yang udah dibeli mungkin setahun bahkan dua tahun lalu, tapi baru dibaca sekali, belum selesai, atau bahkan belum sama sekali. Gue jadi meng-appreciate hal-hal kecil dan jadi inget bahwa segitu sukanya foto-foto random pake #phoneonly (Duh. The hashtag haha..) Then, I stalk my account.. (Hm, kalo akun sendiri bilangnya stalk gaksih?)

I talked to myself, “Lot of things happened.” It’s kinda nostalgic, bad thing, good thing. Segimana randomnya I took photos, dan sebegitu gak pedulinya dulu dengan caption bakal ada yang baca atau engga. Bahkan gimana I evolve myself: dari yang se-jarang itu ngepost muka (I don’t know why..), isinya foto kaki lah, pojok ruangan lah. Hingga akhirnya malah sering selfie, foto ootd. Dan sekarang lagi trying to show story instead of my face.
I do believe photos taken by someone is refer to their own character, their feelings. And this is how I change..



Back then at college, I used VSCO with favo filters: A6, G3, HB1, HB2 and turn temperature down to blue/cool tone. It looks crisp&deep with bold contrast, but somehow it kinda looks cold gloomy & depict of loneliness. Sepertinya saat itu gue masih menyesuaikan diri dengan kota baru, hidup sendiri dari keluarga. Kala di Bandung, gue beberapa kali melakukan perjalanan sendiri. At those moments, I feel like I found myself.. Well, mungkin gak totally ‘menemukan’ diri gue. Tapi, I feel like finally I have so much time to know myself more. Kenalan sama diri sendiri. Menghabiskan waktu sendiri. Damn. Dulu gue se-sendiri itu ya haha.. tapi senang. Kalo sedih, menemukan peaceful-moment sendiri. I do have friends, and trust me they all lovely and caring. I’m just struggling with myself to adapt.




I used to explore with Lightroom, with yellowish kinda desturated tone. As long I remembered, I was kinda bored and wanna try something new without much of adjusting colors and light. Kebanyakan momen di saat ini adalah gue bertemu, bukan, bukan bertemu. Berteman dengan teman-teman baru. Teman angkatan yang sebelumnya gue cuma tau namanya aja, di momen-momen terakhir kuliah gue bisa ngobrol sama mereka. Kerjasama dengan mereka. Main werewolf seangkatan, haha it was really fun.




I don’t really care about filters. How to match the feeds. The only thing I care is my face, my outfit. Padahal siapa juga w kan, fashion stylist juga bukan :)
Mungkin saat itu gue merasa perlu menunjukkan sesuatu. Merasa bahwa gue cantik, dimana tahun-tahun sebelumnya perasaan ini tidak pernah gue rasakan. Dahulu, gue sangat tidak confident dan merasa selalu ada yang kurang dalam diri gue. Haha I know it’s cringe. Tapi, hal positif yang gue liat disini adalah gue belajar untuk self-love. Belajar bahwa selalu ada yang bisa di appreciate pada diri gue. Sedihnya, perspektif ini hanya gue terapkan untuk cara melihat fisik gue. Yang justru, selanjutnya menjadi bumerang untuk diri sendiri. Then, I am starting to lose myself and forget who am I because I was too focus about ‘appreciating’ myself, physically.
After all those adventure of myself, I am still learning to have an honest conversation with myself. Who am I. Whom I wanna be. What I like. What am I gonna do. Seru sekali buat gue saat nge-scroll feed instagram diri sendiri. Perpindahan warna dan tone yang gue rasakan seperti melihat diri gue yang berubah-ubah. It taught me to appreciate myself, I guess. Sekarang, gue ingin mencoba untuk fokus pada cerita. Bukan pada pantulan cermin, atau caption yang sepertinya dibuat hanya untuk lalu dan berniat mengarahkan pada foto untuk iba pada likes saja. Mungkin, sekarang bisa untuk nyoba gak peduli dengan “What they gonna think about me if I .... if I .... if I .... “
Entah filter apa, editing bagaimana, angle darimana, caption sepanjang apa. Mungkin, sekarang bisa untuk nyoba bertanya pada diri sendiri “Am I gonna do this? Do I really wanna post this? Will my future-self learn something from this?”
Begitu sepertinya cara untuk benar-benar mengaplikasikan bio pada akun Instagram gue:

Presenting moments, to remind myself in the future.




Wednesday, April 10, 2019

1-Minute-Stop

1-Minute-Stop

Last months, or even last years, maybe are the most moments that “consume” myself. Money and time wasted unreasonably.

I ever read about an article or blog-i forget, tells that you have to questioning yourself when you want to buy something. Or maybe it could refer to Marie Kondo way, which sparks joy? That you have to make sure yourself that thing is really important for you.

Then, (finally) I try to practice this. Something I called 1-minute-stop. When I wanna buy something, I stop first. Think about what-ifs in 1 minute. If there’s some make-sensed reasons then I won’t buy it. Or at least, I’ll postpone it. There are many things I finally not buying them and now I’m happy enough with my current havings.
Not only when buying something, but when I want to do something too. I try to do 1-minute-stop to ask myself, “Is this what should I do? Why should I do this? What if I don’t do this?” ...so on and so on. Even just for a little thing like when I want to post something in Instagram, now I’m thinking “Will this give a good impact? Is this caption good enough to tell a story? Are you ready if all your following see this?”
Magically, it is effectively works! I think the reason is that we just have to stop first before when we’re in urge, to bring back our consciousness, because actually-based on what I did, the first thought when I stop is my true heart speaks and turns out that’s my last decision. So, I thank to myself that I still have a good logic and pure heart to decide :-P

Now I’m curious.. Imagining how if I do this for everything? How much things can change my priority? How much money that I could save? How much time that I could use wisely?

And, how much this affect myself or even my life?

Wednesday, January 9, 2019

Aku Rindu

Dulu, kita teman dekat. Kalau kamu bilang, “sahabat”. Kita sebenarnya sering beda pendapat. Tapi tetap saja, hubungan kita erat.
Dulu, kupikir aku yang selalu ada untukmu. Karena yang kuingat, kamu yang selalu cerita untukku. Kamu yang selalu butuh dan cari-cari aku.
Dulu, kurasa aku yang selalu sabar buatmu. Aku yang selalu siap dengar dan bantu apa saja untukmu.
Dulu, kamu dan aku selalu berdua. Padahal kelompok main kita lebih dari dua. Tapi, katanya memang kamu paling nyaman sama aku saja.
Lalu..
Sampai akhirnya..
Aku jadi orang yang paling egois. Jadi orang yang paling semaunya. Jadi orang yang paling gak rasional. Mengungkapkan segala rasa yang padahal jika dipikir kembali, itu seperti sementara saja. Sial. Semua message yang kukirim dari Bandung waktu itu sudah terhapus. Aku gak bisa inget apa dosa yang udah aku ucapkan padamu. Yang pasti, kalimat yang terlontar hanya sebuah hina. “I don’t believe in you. I don’t believe your story.” Gatau deh. Kok bisa-bisanya aku ngomong gitu. Jikalaupun terhasut beberapa teman, semuanya tetap saja salahku. Bagaimana mungkin, aku tidak percaya padamu. Memang. Ada saja berita-berita tidak enak tentangmu. Dan kamu pun tau hal itu. Tapi, jika dipikir matang saat ini, who cares. Jika mereka bilang bicaramu adalah bohong, bisa saja bicara mereka juga bohong. Dan tak sampai pula otakku, apabila kamu bohong padaku untuk apa?
Awal-awal, kupikir mungkin mereka ada benarnya. Kadangkala ceritamu memang gak make sense. Tapi, nalarku hampir tak pernah salah. Nalarku padamu, “She is a good girl.” Pikirku, ceritamu hanya memang agak berbeda dari teman kita kebanyakan. Maka, wajar saja jika sulit untuk menjadikannya relate padaku.
Awal-awal, kupikir aku hanyalah ekormu. Yang mesti mengikutimu, mendengarkanmu, dan menjaga perasaanmu. Kamu yang sudah memberikan banyak ekspresi padaku. Mulai dari gelak tawa hingga menangis sesenggukan. Semua ekspresi rasa yang sulit aku terima karena aku bukan orang yang mudah mengungkapkan rasa di depan orang. Aku pikir kamu berlebihan. Tapi, ekspresi itu pasti hanya kamu tunjukkan pada orang-orang yang kamu percaya saja.
Awal-awal, kupikir kamu memandang rendah aku. Bahwa kamu hanya anggap aku selalu di bawah levelmu. Aku hadir hanya untuk telingamu serta sandaranmu.
Tapi..
Setelah message panjang dari Bandung serta English discussion—yang suka kugunakan untuk menyampaikan perasaanku sesungguhnya, aku ingin memaki diri.
Hingga hari ini.
Kini aku lebih dewasa. Lebih menyadari betapa bodohnya. Bahwa dulu, kita sebenarnya sama-sama butuh. Kamu butuh aku, dan aku butuh untuk dibutuhkan oleh orang lain. You need a companion, and I need acceptance. We gave each other. Kamu nyaman bercerita padaku, layaknya aku nyaman menyadari bahwa masih ada yang percaya padaku. Karena waktu sekolah dulu, tingkat insecurity-ku saat itu mungkin bisa dibilang sedang tinggi-tingginya. Dengan segala macam topik bicara serta canda yang disuguhkan, jarang yang menarik untukku. Beda dengan saat aku mendengarkan ceritamu. Pikiranku lebih terbuka, ceritamu variatif. Ya. Kamu hanya berbeda dengan yang lain saja, maka susah untuk ada yang relate denganmu.
But..
You are truly a good woman. You are strong, educated, beautiful. Kamu jauh lebih dewasa ketimbang diriku. Aku sudah jadi sangat malu. Semakin kamu bersikap baik padaku, semakin aku merasa malu. Semakin aku menyesal. Telah merusak hubungan mutualisme kita.
Semakin sedih bahwa kamu telah menghapus namaku dari daftar nama kesayanganmu.
Kini kamu sudah bertunangan.
Masih kuingat kata-katamu:
“You definitely will be my bridesmaid!”

And now I know, definitely I won’t be your bridesmaid.

Tuesday, July 10, 2018

Story

Ever since we talk about things,
They were nothing unless words
Ever since we meet each other,
Those days just like everyday
Ever since we ask and tell story,
We barely know each other

Cause we never really talk,
Saying things just to please others
Choosing words which we think right as they preferred

Where is idea about flying to the moon
Where is the story about missing pet
How the kids find true idol
How the days could be spend longer than nights
Where is it? How is it?

I wanna sit down
Talk about things
My worry, my happy, my dream to be
I wanna listen story